Genangan Hujan Januari
Hujan itu telah meninggalkan genangan dan menghapus jejak langkah kaki seorang musafir untuk menemukan sesuatu yang semestinya dia temukan yaitu 'bahagia'. Januari telah mengambil semuanya, mulai seseorang yang menyukai senja sampai harus relakan payungnya terlepas dari genggamannya di tengah hujan yang begitu deras, membasahi bajunya, mengguyur kepalanya, menyamakan air matanya hingga menutupi jejak kenangan dengan genangan yang tanpa belas kasih menghapus debu bahagia.
"Jika dirimu bertahan lebih lama lagi, mungkin hujan itu akan membuat tidurku pulas di sampingmu, belaian tanganmu akan menghangatkan pipiku dan mungkin juga kita akan larut bersama dalam tidur itu sambil diiringi bunyi percihkan hujan deras di Januari itu. Kini hujan itu tidak bermakna apa-apa selain luka yang terlihat rapih tapi perih, seakan jendela masa depan itu terlihat buram dan mengaburkan pandangan sehingga bahagia itu terlihat samar-samar, entah ada atau tidak? Tapi hujan itu telah menciptakan keragu-raguan akan bahagia di ujung sana setelah dirimu membawa jauh pergi apa yang menjadi bahagiaku".
Terkadang aku berpikir, bagaimana bisa wajah anggun dan teduh sepertimu namun menyayat habis duniaku, dan begitu kejamnya pemilik semesta? Mengirimkanmu hanya untuk menghancurkanku yang sudah pulih dari luka sebelumnya dan aku harus terluka lagi, padahal dirimulah yang pertama kali menawarkan aku sebuah bahagia dan cinta, tapi dirimu Mala mengambilnya kembali seraya pergi begitu saja.
Rasanya tahun ini begitu berat, baru saja dimulai tapi Januari sudah merobek luka yang begitu parah, sekarang aku bingung, aku harus membenci hujan atau menyukai hujan? Karena gerimis atau deras tapi itu membantuku untuk menyembunyikan air mataku, sedangkan di lain sudut, Ada mata yang dipejamkan, ada rindu yang tak terlelap, ada hembusan nafas yang begitu berat, terkadang air mata yang tak terbendung harus membasahi pipi dan mungkin juga tangisan kecil terdengar karena ada jiwa yang sedang diobrak Abrik rindu memohon sebuah pertemuan.
"Entahlah,, sekarang apa yang harus aku lakukan?, sujudku tidak lagi meminta melainkan menangis, doa-doa kecil yang berterbangan tidak ada lagi gunanya, Tuhan seakan terdiam padahal Dia punya kuasa tapi, disaat insannya terluka dia membisu, bahkan dia tidak mampu kembalikan apa yang hilang, padahal aku sudah bermohon. Aku tidak menyalakan Tuhan, Hanya saja kenapa?, apa yang menjadi bahagiaku di ambil?, kenapa Engkau tidak mengambil sesuatu dari orang yang punya segalanya diluar sana tapi Engkau Mala mengambil bahagia satu-satunya dari orang yang tidak memiliki apa-apa lagi?, janjimu yang indah pada waktunya itu mungkin cuma ucapan penyejuk hati, pengantar tidur, penguat sementara, namun sejatinya indah pada waktunya itu tidak benar-benar ada.
Aku telah kehilangan segalanya, entah apalagi yang belum engkau cobai, ekonomi, keluarga, pasangan,, Jika itu masih kurang, jangan sungkan untuk mengambil juga nyawaku, Aku tidak punya siapa-siapa lagi, jadi mungkin mati adalah seni terbaik mengakhiri permainan panjang ini. Entahlah,, ini ujian ataukah memang candaanMu yang terlalu berlebihan sampai orang tulus dan setia seperti diriku harus gagal berkali-kali.
Salah satu alasan kepergianmu, karena aku banyak kurangnya, aku tulus tapi aku miskin, oleh sebab itu pergilah cari yang lebih siap dan mapan dan berbahagialah, wujudkanlah impianmu yang ingin cepat segera menikah itu dan janganlah hidup dalam kepalsuan cinta dan perasaanmu. Jika suatu saat dirimu terluka dan duniamu tidak baik-baik saja, kembalilah padaku dalam keadaan apapun, cintaku masih tetap sama begitu juga tulusku, dan dirimu tidak akan pernah kekurangan cinta dan kasih sayang, aku masih membelaimu dengan mesra dan mungkin juga sedikit nakal menggigit bibirmu seperti di awal kita bertemu dulu dan tidur bersama.
Sekali waktu aku menengok kenangan, bahkan menyusuri sendiri jalan-jalan yang pernah kita berdua lewati, kenangan itu sesekali menyapaku dan membuatku tersenyum, cubitan manja yang mengenai perutku dan tangan nakalmu yang menempel di dadaku saat berkendara itu membuatku jatuh cinta lebih dalam dan terhanyutkanku begitu jauh.
Kini Januari telah mengambil semuanya, hingga kepergianmu telah meninggalkan luka yang begitu dalam dan hari itu juga aku telah mati dan dikebumikan sebagai manusia dan rasa, mawar hitam itu menghiasi makamku, nisan itu menjadi tumpuan pijakan seekor burung gagak, payung hitam yang ditinggalkan seseorang itu akan melindungi sebagian tanah agar tetap kering dan menghangatkan tubuhku dari gemiris yang menyimpan sejuta cerita kelam, sejak saat itu senja tidak lagi berwarna jingga melainkan menebarkan duka. Dan pada akhirnya semua telah mati, hanya saja tidak tertutupi rapih dengan tanah....
Kembalilah....
Hidupkanlah......
PenulisTanpaNama
Makassar 01.02.25
Komentar
Posting Komentar